MEDAN - Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara meminta Pemerintah meniru langkah Vietnam yang membantu petani mempertahankan bahkan menambah luasan tanaman meski harga sedang anjlok.
"Gapkindo menyadari beratnya petani menghadapi situasi harga yang anjlok terus dalam beberapa tahun terakhir, tetapi harusnya tanaman karet dipertahankan karena komoditas itu masih menjanjikan mengingat tetap menjadi kebutuhan dunia,” kata Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut Edy Irwansyah di Medan, Minggu.
Mengingat kondisi ekonomi petani tidak memungkinkan, sementara 85 persen tanaman karet dikelola petani, maka seharusnya Pemerintah yang berperan besar dalam mengatasi permasalahan tersebut seperti yang dilakukan negara lain mulai Vietnam, Thailand dan Malaysia.
Di Vietnam, daerah di sekitaran dataran tinggi tengahnya sedang meningkatkan luas kebun karet dengan menggunakan teknologi maju dalam penanaman dan pemeliharaan.
Selain itu, Pemerintah Vietnam gencar mengusulkan dan membantu petani melakukan tumpangsari yang bisa meningkatkan pendapatan dan termasuk menyuburkan tanah.
“Harusnya langkah Thailand itu bisa ditiru Indonesia. Jangan seperti dewasa ini yang justru membebani dengan berbagai kebijakan yang tidak berpihak, seperti pengenaan bea keluar hingga pajak pertambahan nilai (PPN),” katanya.
Gapkindo sendiri siap membantu Pemerintah mempertahankan tanaman karet petani seperti yang selama ini dilakukan antara lain dengan memberikan bibit unggul.
Edy menyebutkan, dewasa ini Indonesia tercatat memiliki lahan karet terluas atau 3,492 juta hektare dan disusul Thailand 2,761 juta hektare, Malaysia 1,071 juta hektare dan Vetnam 970.000 hektare.
Namun meski terluas, produksi Thailand lebih tinggi akibat produktivitas karet Thailand yang lebih besar atau 1,72 ton per hektare dari Indonesia yang masih 1,16 ton per hektare.
Harus ada upaya konkret untuk mempertahankan tanaman karet petani dan membantu peningkatan produktivitasnya karena komoditas itu merupakan andalan devisa Indonesia,” katanya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Wien Kusdiatmono, mengakui, devisa dari karet tercatat kedua terbesar setelah produk sawit atau sebesar 814,544 juta dolar AS hingga semester I.
"Meski devisa Sumut dari ekspor karet dan barang karet itu turun 27,38 persen dari periode sama tahun lalu tetapi tetap memberikan andil besar dalam devisa Sumut,” katanya.
Penurunan nilai ekspor golongan barang itu sendiri dampak melemahnya harga jual dan penurunan volume ekspor dampak krisis global. #
(Sumber : antarasumut.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar