Tampilkan postingan dengan label Inovasi & Teknologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inovasi & Teknologi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 30 Oktober 2014

TAMAN SAYUR DI LAHAN MINIMALIS


TAMAN merupakan elemen penting sebagai hiasan rumah, yang selama ini identik dengan bunga. Namun sebenarnya tidak hanya itu, taman sayur bisa juga terlihat indah, sekaligus bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan.
Ya, taman sayur bisa mendukung kecukupan gizi keluarga, terlebih jika ditanam dengan sistem organik alias tidak menggunakan pupuk atau pestisida kimia.  Lebih sehat dan terjamin kualitasnya. Dan bakal lebih menghemat pengeluaran keluarga, tentunya.
Terkadang, ada orang yang gengsi menanam sayuran di rumahnya. Kesannya orang tidak mampu, ada pula sebagian menyebutnya pelit. Singkirkan anggapan tersebut, tidak perlu gengsi bahwa anda bakal dicap seperti petani. Bahkan sebenarnya kelas sosial anda bakal lebih tinggi dengan mengonsumsi sayur organik. Anda tahu sendiri kan, betapa mahalnya sayur organic yang dijual di supermarket?
Sayuran umumnya ditanam langsung di tanah. Namun apabila lahan yang tersedia sempit, jangan  khawatir, solusinya dengan menanam dalam pot.
Dengan menggunakan pot, kebutuhan lahan dapat dikurangi secara drastis. Keuntungn lain, pot dapat digantung, disusun dalam rak, atau suatu saat dipindahkan sesuai kebutuhan. Bukan hanya pot, berbagai barang bekas seperti kaleng, ember atau benda semacam itu bisa juga digunakan sebagai pengganti pot. Bisa juga menggunakan papan kayu yang dibentuk menjadi wadah.
Sama seperti tanaman di media tanam umumnya, menanam sayuran dalam pot agar tumbuh maksimal juga butuh teknik, walau tekniknya juga sangat sederhana.
Yang pertama tentu, sesuaikan jenis tanaman dengan kondisi lingkungan rumah. Beberapa jenis sayuran dapat tumbuh bagus pada ketinggian, kelembaban dan suhu tertentu. Misalnya jika berada di dataran tinggi,  dapat ditanam kol, wortel atau strawberi. Sedangkan di dataran rendah antara lain bayam, caisim, kacang panjang, timun dan kangkung.
Gunakan bibit bermutu, bibit yang bagus akan menghasilkan tanaman yang bagus pula.
Selanjutnya, sesuaikan ukuran pot dengan ukuran tanaman. Pedoman sederhana sebagai berikut; tinggi tanaman di bawah 100 cm gunakan pot diameter 40 cm. Tinggi tanaman 100-150 cm gunakan pot diameter 60 cm. Tinggi tanaman di atas 150 cm gunakan pot diameter 80 cm atau lebih. Bisa juga menggunakan drum bekas.
Pilih pula media tanam yang sesuai dengan jenis sayuran. Media tanam dapat berupa campuran tanah, kompos, pupuk kandang dan sekam.
Lakukan penyiraman secara teratur, sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pupuk dengan pupuk organik secara berkala, bisa satu bulan sekali.
Apabila sayuran tumbuh subur, anda dapat menyusun pot dalam formasi yang menarik. Anda dapat memilih lokasi untuk taman sayur anda di depan, di samping ataupun di belakang rumah, sesuai disain rumah dan ketersediaan lahan.
Namun yang harus diperhatikan, bagi tanaman yang diletakkan di tempat terlindung, apalagi di dalam ruangan, factor cahaya akan jadi penentu. Cahaya matahari yang pas, menjadi hal utama yang harus diperhatikan.
Berbeda jenis tanaman tentu akan berbeda pula kebutuhan cahayanya. Sebagai contoh, dibutuhkan cukup sunlight (6-8 jam sehari) dan suhu hangat untuk tanaman kacang, ketimun, tomat. Dibutuhkan sunlight sedang (4-6 jam sehari) dan suhu hangat untuk tanaman terong, cabai, kentang.
Dibutuhkan sunlight sedang (4-6 jam sehari) dan akan bertahan hidup pada suhu dingin untuk jenis tanaman brokoli, kubis, wortel, bawang, kacang polong, lobak. Dibutuhkan sunlight terbatas (4 jam sehari) dan akan bertahan hidup pada suhu dingin untuk jenis tanaman selada, bayam, pare.
Usai memperhatikan factor-faktor di atas, lalu, tentunya, angkah terakhir adalah lakukan pemangkasan/pemanenan pada sayuran yang telah sesuai masa panennya.
Kesimpulannya, akan mudah bagi keluarga untuk memulai berkebun di rumah sendiri, walau tidak memiliki banyak ruang. Suasana yang hijau di taman yang sangat indah dan dapat membawa banyak manfaat positif bagti keluarga.
Nikmati sayuran segar sepanjang musim, dan anda memiliki kepuasan untuk menikmati sayuran yang dihasilkan dari kebun sendiri.
Jadi, kenapa tidak dicoba? #


Rabu, 10 September 2014

YOGHURT DARI KULIT PISANG, HHMMM...YUMMY!

LIMA mahasiswa jurusan pendidikan IPA Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta yaitu Ratna Wirawati, Manna Wassalwa, Zamzam Fatma Ambarsari, Feby Kristifany dan Anita Setyorini berhasil mengolah limbah kulit pisang menjadi yoghurt. Gagasan mahasiswa pendidikan IPA ini berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2011 bidang Kewirausahaan.
Langkah membuatnya yaitu dengan mengumpulkan limbah kulit pisang lalu mengupas bagian dalam kulit pisang dan dihaluskan menggunakan mixer” ungkap saah satu mahasiswa nbernama Zamzam sepert dikutip dari laman resmi Universitas Negeri Yogyakarta, uny.ac.id.
Sedangkan bahan tambahannya adalah susu bubuk dan gula pasir. Cara pembuatannya dijelaskan Feby Kristifany. Pertama kali adonan yoghurt dibuat dengan takaran 1 liter krim pisang dicampur dengan 0,5 kg gula pasir lalu disterilkan atau dipasteurisasi dengan cara memanaskan adonan cream kulit pisang tersebut hingga suhu 73ºC selama 15 menit dengan menggunakan panci, kompor dan thermometer.
Langkah berikutnya proses kulturisasi yaitu memasukkan bibit yoghurt dan susu bubuk putih. Cream kulit pisang yang sudah dikulturkan tersebut dihangatkan dalam suhu 45 ºC selama 24 jam atau disebut proses inkubasi.
Kemudian krim kulit pisang diletakkan dalam kardus tersebut selama 24 jam, setelah itu yoghurt kulit pisang yang sudah jadi dimasukan ke dalam kulkas. #

TEPSOR, UBAH SAMPAH JADI PUPUK DAN GAS


BANYAK cara yang dilakukan untuk memanfaatkan sampah. Salah satunya dengan mengolahnya menjadi pupuk dan bahan bakar sekaligus, seperti yang dilakukan Eko Waluyo dari Media Creative.
Bentuk alat kreasi bikinan Eko cukup sederhana, berupa tabung yang terbuat dari fiberglass. Sekilas, bentuknya mirip kompressor pompa angin.
Eko menjelaskan cara kerja alat yang ia beri nama TEPSOR (Tempat Fermentasi Sampah Organik Rumah Tangga). Alat ini akan menghasilkan gas metana yang bisa digunakan untuk memasak sekaligus pupuk cair.
"Teknologi tepat guna ini menggunakan sistem anaerob, yaitu sistem tertutup. Bahan organik yang dimasukkan ke dalam alat ini nantinya akan dirombak oleh bakteri khusus sehingga menghasilkan gas metan,” Eko menjelaskan.
Selain menghasilkan gas, alat ini juga menghasilkan cairan yang bisa dimanfaatkan untuk pupuk.
“Pupuk ini sangat efektif. Sebanyak 1,5 liter dicampur dengan satu ember air kemudian disiramkan ke tanaman,” terang Pak Eko.
Nah, satu tabung TEPSOR berukuran 41cm x 79cm x 24 cm bisa mengurai 5-10kg sampah basah. Dari sampah tersebut bisa dihasilkan pupuk cair sebanyak 5-7 liter.
Sampah-sampah yang bisa dimasukkan ke TEPSOR adalah sampah organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayuran atau daun-daunan.
“Sebenarnya bisa juga kayu dimasukkan, tetapi butuh waktu yang lama untuk mengurainya. Yang jelas jangan masukkan bahan-bahan hewan seperti daging atau ikan lauk sisa makanan karena akan menimbulkan bau,” ia menambahkan.

Selain membuat TEPSOR berukuran kecil untuk skala rumah tangga, Eko dan kawan-kawannya juga membuat TEPSOR berskala sedang yang diletakkan di atas kereta dorong, sehingga bisa dipindah-pindahkan. Untuk yang ini, volumenya mencapai 1500 liter, atau tiga kali lipat dari skala rumah tangga.
Ada pula TEPSOR yang ditanam di halaman rumah. Volumenya lebih besar lagi, mencapai 2000 liter.
“TEPSOR ini diciptakan untuk mengatasi masalah sampah. Penumpukan dan proses pembusukan sampah bisa mencapai 30 hari sehingga terjadi polusi udara seperti aroma yang tidak sedap, atau asap pembakaran sampah yang tidak sempurna oleh incinerator.”
“Selain itu, sampah sumber pencemar lingkungan dijadikan alternatif tambahan pendapatan keluarga,” Eko menjelaskan. #
(Sumber : greensmile.or.id/Foto-foto : posyantekgropet2.wordpress.com)

Senin, 08 September 2014

VERTIKULTUR BAGI TANAMAN ORGANIK


PADA saat ini, lahan di perkotaan sudah mulai terbatas, sehingga masyarakat di perkotaan mulai kekurangan ruang untuk bersentuhan dengan budidaya pertanian. Maka dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin meningkat, diciptakan sistem inovasi pertanian baru dengan pola tanam ke atas yaitu vertikultur. Sistem budidaya  pertanian  secara  vertikal atau bertingkat ini merupakan konsep penghijauan yang cocok untuk daerah dengan  lahan  terbatas.  Misalnya,  lahan  1 meter mungkin  hanya  bisa  untuk menanam  5 batang  tanaman,  dengan  sistem vertikal  bisa  untuk  20  batang  tanaman.
Sementara itu, vertikultur organik adalah budidaya tanaman secara vertikal dengan menggunakan sarana media tanam, pupuk, dan pestisida yang berasal dari bahan organik non kimiawi. Tanaman organik yang dapat dibudidayakan dan sesuai dengan sistem vertikultur adalah jenis tanaman sayur-sayuran dan tanaman obat-obatan yang memiliki perakaran yang dangkal dan memiliki berat yang relatif ringan sehingga tidak akan terlalu membebani media tanam vertikultur pada pertumbuhan tanaman tersebut.
Vertikultur diserap dari bahasa Inggris yang berasal dari kata vertical dan culture yang artinya, teknik budidaya tanaman secara vertikal diruang sempit dengan memanfaatkan bidang sebagai tempat bercocok tanam, sehingga penanamannya menggunakan sistem budidaya pertanian secara bertingkat baik  indoor  maupun outdoor. Tujuan utama aplikasi teknik vertikultur adalah memanfaatkan lahan sempit seoptimal mungkin.
Tidak semua tanaman dapat dibudidayakan dengan prinsip kerja penanaman secara vertikultur.  Vertikultur untuk tanaman hias pendekatannya agak berbeda dengan vertikultur tanaman produktif. Karena tanaman produktif mengutamakan faktor jangkauan untuk memudahkan proses merawat dan memanen. Jika harus membuat vertikultur yang tidak terjangkau, area tersebut disarankan untuk kebutuhan tanaman herbal usia panjang atau tanaman hias. Satu hal penting untuk menentukan lokasi vertikultur yaitu pilih lokasi yang mendapatkan cahaya matahari yang cukup, khususnya matahari pada pagi hari.
Untuk vertikultur yang dapat dipindah-pindahkan biasanya cara pemasangannya tidak disandarkan di tembok, tetapi berdiri sendiri(free stand), seperti penggunaan pipa paralon atau bahan lainnya.
Tujuan dari teknik penanaman secara vertikultur yakni untuk memanfaatkan lahan sempit yang tidak produktif menjadi lahan sempit yang produktif dengan aplikasi vertikultur, menghemat pengeluaran dengan cara memiliki tanaman sayuran sendiri, menambah nilai estetika lahan pekarangan, dan dapat sebagai variasi pelengkap tiang rumah utama.
Model,  bahan,  ukuran,  wadah  vertikultur  sangat  banyak, tinggal  disesuaikan dengan kondisi dan keinginan pribadi. Pada umumnya adalah berbentuk persegi panjang, segi tiga, atau dibentuk mirip anak tangga, dengan beberapa undak-undakan atau sejumlah rak.  Bahan  dapat  berupa  bambu  atau  pipa  paralon, kaleng  bekas,  bahkan  lembaran karung beras sekalipun, karena salah satu filosofi dari vertikultur adalah memanfaatkan benda-benda bekas di sekitar kita.
Persyaratan  vertikultur  adalah  kuat  dan mudah  dipindah-pindahkan. Tanaman yang akan ditanam sebaiknya  disesuaikan dengan kebutuhan dan memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur  pendek, dan berakar pendek. Tanaman sayuran yang sering dibudidayakan secara vertikultur antara lain  selada, kangkung, bayam, katuk, kemangi, tomat, pare, kacang panjang, mentimun  dan tanaman sayuran lainnya.
Untuk  tujuan  komersial,  pengembangan  vertikultur  ini  perlu  dipertimbangkan aspek ekonomisnya agar biaya produksi jangan sampai melebihi pendapatan dari hasil penjualan tanaman. Sedangkan untuk hobi, vertikultur dapat dijadikan sebagai media kreativitas dan memperoleh panenan yang sehat dan berkualitas.
Namun, terdapat pula tiga aspek yang harus dipersiapkan dalam budidaya tanaman organik secara vertikultur, yaitu: pembuatan paralon vertikultur, penyiapan dan penggunaan pupuk organik, serta penanaman dan pemeliharaan.
Media  tanam  merupakan  tempat  tumbuhnya  tanaman  untuk  menunjang perakaran. Dari media tanam inilah tanaman  menyerap makanan berupa unsur hara melalui akarnya. Media tanam yang  digunakan adalah campuran antara tanah, pupuk kompos, dan  sekam.  Setelah  semua  bahan  terkumpul, dilakukan  pencampuran  hingga merata.  Tanah  memiliki kemampuan untuk mengikat unsur hara, dan melalui air unsur hara dapat diserap oleh akar tanaman. Sekam berfungsi untuk menampung air di dalam tanah sedangkan kompos menjamin tersedianya bahan penting yang akan diuraikan menjadi unsur hara yang diperlukan tanaman.
Campuran  media  tanam  kemudian  dimasukkan  ke  dalam  paralon yang telah dibuat atau bambu hingga penuh. Sebelumnya wadah tersebut juga harus diberi lubang-lubang kecil pada bagian-bagiannya maksimal 10 lubang. Untuk memastikan tidak ada ruang kosong, dapat digunakan bambu kecil atau kayu untuk mendorong tanah hingga ke dasar wadah. Media tanam di dalam  bambu  diusahakan  agar  tidak terlalu  padat  supaya  air  mudah  mengalir dan akar tanaman tidak kesulitan bernafas, sehingga ruang tidak terlalu renggang dan ada keleluasaan dalam mempertahankan air dan menjaga kelembaban.
Bibit  tanaman  yang  dipindahkan  ke  wadah  vertikultur  harus  berumur  lebih dari satu bulan dan sudah memiliki akar-akar halus. Karena hanya memiliki total maksimal sebanyak 10 lubang tanam  dari sebuah pipa baralon atau bambu,  maka cukup  leluasa  untuk  memilih  10  bibit  terbaik. Sebelum  bibit-bibit  ditanam di  wadah  bambu,  terlebih  dahulu  menyiramkan  air  ke dalamnya,  ditandai dengan  menetesnya air  keluar  dari  lubang-lubang tanam. Setelah cukup,  baru mulai menanam bibit satu demi satu. Semua bagian akar dari setiap bibit harus masuk ke dalam tanah. Setiap jenis bibit dikelompokkan di wadah terpisah.
Tanaman  juga  memerlukan  perawatan,  seperti  halnya  makhluk  hidup  yang lain. Selain penyiraman dilakukan setiap hari juga perlu pemupukan, dan juga pengendalian hama penyakit. Sebaiknya  pupuk  yang  digunakan  adalah  pupuk organik  seperti  pupuk kompos dan pupuk kandang. Pemanenan  sayuran  biasanya dilakukan  dengan  cara akar yang dicabut seperti pada tanaman sayuran yakni sawi,  bayam, seledri,  kemangi,  selada,  kangkung  dan  sebagainya.  Apabila kita  punya  tanaman sendiri dan dikonsumsi sendiri akan lebih menghemat apabila panen dilakukan dengan mengambil  daunnya  saja. Dengan cara tersebut tanaman sayuran bisa bertahan lebih lama dan bisa panen berulang-ulang.
Dari hal-hal tersebut dapat diketahui bahwa tidak selamanya hidup di perkotaan yang memiliki lahan terbatas, juga dapat membatasi seseorang untuk mengembangkan minatnya dalam bidang budidaya pertanian khususnya pada tanaman organik. Dengan adanya inovasi sistem pertanian terbaru seperti sistem tanam vertikultur ini, siapapun dapat melakukannya tanpa perlu menghabiskan banyak uang, waktu dan tenaga, dalam pemeliharaan tanaman organik tersebut. Belum lagi, sistem ini juga dapat menghemat kapasitas persediaan air, karena pemakaian air yang digunakan hanya sedikit dalam suatu wadah.#
(Sumber : Yesica Lenaria Manurung/bkpd.jabarprov.go.id)