Rabu, 10 September 2014

BIWA, SI ANGGUR KARO NAN EKSOTIS (1)



MUNGKIN tidak semua orang mengenal atau bahkan mengonsumsi buah biwa. Selain mahal, buah yang mengandung kadar vitamin C yang sangat tinggi ini juga tidak begitu familiar dan sangat jarang sekali ditemukan di pasar-pasar buah.
Keberadaan tanaman buah eksotis ini tidak sembarangan. Biwa hanya bisa hidup di daerah dataran tinggi saja. Begitupun, pembudidayanya sangat jarang sekali. Itu juga yang mengakibatkan buah biwa menjadi mahal dan susah ditemukan. Kini harganya berkisar Rp 100.000 per kilogram (kg).
Biwa atau disebut juga anggur Karo ternyata tidak menjadi perhatian petani di Sumatera Utara (Sumut) utamanya petani yang berada di dataran tinggi, seperti Kabupaten Karo. Harga yang sangat menggiurkan tidak mampu mendorong petani untuk mengembangkannya. Kalaupun ada keberadaannya hanya sebatas tanaman pagar atau pembatas antara ladang petani dengan petani lainnya. Itu juga tumbuhnya secara liar tanpa disengaja.
"Kalau untuk dibudidayakan sudah ada di sekitaran Berastagi, dan Merek tetapi dalam partai kecil. Kecuali di Merek budidayanya dilakukan oleh Taman Simalem Resort dengan luasan sekitar lima hektare," kata Kepala Kebun Percobaan Hortikultura Berastagi, Edison ,  di Tongkoh, Kabupaten Karo.
Edison mengatakan, ketidaktertarikan petani dikarenakan umur produksi yang relative lama, berkisar antara 3,5 - 5 tahun. Dan, itu ditambah dengan produksinya yang tidak terlalu banyak kecuali budidayanya dilakukan secara intensif.
"Kalau budidayanya dilakukan secara intensif dalam artian pemupukan diperhatikan begitu juga dengan pengendalian hama dan penyakitnya produksi tanaman biwa bisa mencapai 40- 50 kg per pohon per tahun dengan umur tanaman sekitar 5 tahun. Tetapi, kalau perawatan tidak dilakukan produksi yang bisa dicapai hanya berkisar 25 - 30 kg per pohon per tahun dengan umur tanaman 5 tahun," jelas Edison.
Sementara dari segi harga menurut Edison sangat bagus antara Rp 80.000 - Rp 100.000 per kg. "Itu masih dari buah saja belum lagi dari pengolahan daun biwa menjadi teh. Di mana khasiat teh sama dengan khasiat buah biwa," kata Edison.
Dikatakanya, tanaman biwa, memiliki masa panen pada bulan Agustus sampai Desember. Tetapi, untuk panen raya berlangsung pada bulan November hingga Desember setiap tahunnya.
Terhadap kelangsungan tanaman biwa agar tidak punah, Edison mengatakan, pihaknya telah membangun plasma nutfah sehingga menjadi sumber daya genetik. "Tidak hanya biwa saja tetapi sayuran juga, buah-buah tropical dan lain sebagainya sesuai dengan namanya Kebun Percobaan Hortikultura Berastagi," kata Edison sembari berharap pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian juga membantu mensosialisasikan pengembangan biwa kepada para petani mengingat manfaat yang dihasilkan buah biwa bagi kesehatan manusia sangat baik.
Di Tanah Air, memang biwa baru populer di Brastagi, meski ditemukan juga di dataran tinggi Karo lain serta Tapanuli Utara, Simalungun, Toba Samosir dan Dairi. Di Brastagi, kerabat mawar itu dijajakan di pasar-pasar tradisional dengan harga Rp 40.000/kg.
Sampai awal 2000-an anggur Berastagi itu didapat dari pohon-pohon di pekarangan penduduk dan hutan-hutan. Baru pada 2003 mulai ada yang mengebunkan intensif.  (Bersambung)

(Sumber : Harian MedanBisnis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar