SEJAUH ini, kata Kepala Kebun Percobaan Hortikultura
Berastagi, Edison, dalam perbanyakan tanaman biwa, pihaknya melakukannya dengan
dua cara, yakni melalui biji dan sambung/cangkok. Kedua cara ini memiliki
keuntungan yang berbeda.
Dengan biji, akar tanaman lebih dalam atau lebih kuat
sehingga tidak mudah roboh ketika ditiup angin, kemudian lebih tahan terhadap
serangan hama dan penyakit. Hanya saja yang menjadi kelemahannya adalah masa
produksinya lebih lambat. "Untuk bisa berbuah waktu yang dibutuhkan
sekitar lima tahun," ucapnya.
Sedangkan perbanyakan tanaman melalui sambung atau cangkok
masa produksinya lebih cepat. "Umur tanaman sekitar 3,5 tahun sudah bisa
berbuah, namun kelemahannya akar tanaman tidak terlalu kuat dan mudah diserang
hama penyakit," jelas Edison.
Sejauh ini, para pemulia membuat hibrida-hibrida baru untuk
memperoleh varietas unggul: berbuah cepat dan produktivitas tinggi. Menurut
Julia F Morton dalam bukunya Fruit of Warm Climate, hingga kini setidaknya
terdapat 800 varietas biwa yang tersebar di seluruh dunia. Ratusan varietas itu
biasanya dikelompokkan berdasarkan asal tanaman induk: Jepang dan China.
Kedua asal tanaman induk itu mewariskan karakter berbeda.
Pada silangan dengan tanaman induk asal China, biasanya berdaging buah jingga,
kering, dan rasanya tidak terlalu masam. Sedangkan varietas asal Jepang
berdaging putih, daging buah berair, dan asam. Hasil silangan para pemulia juga
mempersingkat waktu berbuah perdana.
Sedangkan Frits Silalahi, Kepala Kebun Percobaan Tanaman
Buah Brastagi, Sumatera Utara, mengatakan biwa asal biji biasanya baru belajar
berbuah umur 8 tahun.
Menurut Frits Silalahi, PT Merek Indah Lestari telah mengembangkan
kawasan wisata agroteknologi yang salah satu komoditasnya adalah biwa. Sebanyak
3.000 pohon dibudidayakan di lahan 6 ha. “Sekarang juga baru belajar berbuah,” ujar Frits. #
(Sumber : Harian MedanBisnis/ agriprospect.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar