Rabu, 08 Oktober 2014

LABA SEGAR BERTANAM HIDROPONIK (1)


HIDROPONIK memang bukan teknik baru di dunia pertanian. Sudah banyak petani yang
menggunakan sistem bertanam yang satu ini. Namun, potensi pengembangan hidroponik di
Indonesia masih terbuka lebar. Pasalnya dengan pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, kebutuhan pangan pun terus meningkat.
Manager Riset Development Information Communication and Technology Bitra Indonesia, Iswan Kaputra, mengatakan kondisi kota besar yang sudah tidak memungkinkan untuk pengembangan pertanian konvensional berpotensi menerapkan dua sistem pertanian modern yaitu city farming dan hidroponik.
Iswan mencontohkan Kota Medan. Dia melihat beberapa tahun terakhir  ada kelompok-kelompok masyarakat yang mulai menerapkan sistem pertanian modern tersebut. ”Umumnya kalau untuk kawasan Medan perkotaan cocok menerapkan sistem hidroponik. Karena sistem ini tidak membutuhkan media lahan tanah yang terhampar, hanya memerlukan tabung, media air dan unsur hara lain," katanya.
Ia menyebut, selain sektor properti, konversi lahan pertanian yang banyak mereka jumpai di beberapa wilayah Sumatera Utara mengarah ke monokultur seperti tanaman sawit. Untuk itu city farming yang berhasil digalakkan di kota-kota seperti Solo, Purwokerto dan Klaten harus segera dicontoh.
Hanya saja dia mengakui arah pertanian hidroponik sekarang - khususnya di Medan - belum banyak yang mengarah ke sektor komersil, tetapi baru dijadikan sebagai kebutuhan pribadi. Berbeda dengan city farming yang sudah mengarah ke komersil.
Bukan cuma di Medan, kota yang lebih kecil seperti Pematangsiantar juga sudah membuka diri untukpengelolaaan hidroponik. Setidaknya apa yang dilakukan baru-baru ini oleh mBank Indonesia (BI) perwakilan Kota Pematangsiantar untuk membantu para petani membuat lahan hidroponik.
Pemimpin BI Cabang Pematangsiantar, Agus Budiono mengatakan lahan hidroponik yang dikembangkan di Jalan Gereja dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat akan sayuran ketersediaan sayuran yang sehat.
 “Sudah jelas menanam dengan cara seperti ini sama sekali tidak tersentuh dengan Festisida. Kita semua tahu kalau festisida itu sangat tidak baik bagi kesehatan,”ujarnya.
Ia mengatakan keunggulan penerapan penggunaan teknik/tekhnologi hidroponik ini karena hasil dan kualitas tanaman lebih tinggi, lebih terbebas dari hama dan penyakit, penggunaan air dan pupuk lebih hemat, dapat untuk mengatasi masalah tanah, dapat mengatasi masalah keterbatasan lahan.
“Cara ini sangat cocok diterapkan di Siantar mengingat lahan di daerah ini sangatlah sedikit,” katanya.
Sementara Albana Sembiring secara pribadi sudah mengembangkan hidroponik di halaman
rumahnya di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Pancur Batu, Deli Serdang, sejak sekitar dua tahun lalu. Kini, dari kreasi inovasi dalam model usaha tani sayurannya tersebut ia sudah bisa memanen sayuran dan memasarkannya ke masyarakat.
Dia mengakui ada nilai praktis dari pertanian dengan menggunakan teknik hidroponik.
Dengan memanfaatkan lahan hanya seluas 4 meter x 10 meter, serta menerapkan
jarak tanam antar sayur 15 cm, dengan cara hidroponik Albana bisa menanam 1.400 batang sayuran berumur pendek dan memanen rata-rata 90 kg setiap musim tanam (40 hari). Paling lama 2 hari setelah panen bibit sayur yang baru dapat ditanam kembali.
Semangat ramah lingkungan diterapkannya dengan cara tidak menyemprot sayuran dengan racun hama (pestisida) kimia, memakai ulang alat yang digunakan dalam instalasi hidroponik dan menghemat jumlah pemakaian air. Untuk menekan biaya produksi, Albana berupaya menggunakan barang-barang bekas yang sering dibuang masyarakat seperti botol plastik minuman dan kotak kemasan buah-buahan dimanfaatkan menjadi
instrument pada instalasi hidroponik yang diciptakannya.
Berbagai jenis sayuran seperti selada keriting, sawi pakchoi, sawi manis, petchai dan selada merah dijualnya secara langsung kepada konsumen. Beberapa warung pecel lele di sekitar Jalan Setia Budi Medan dan beberapa ibu rumah tangga menjadi pelanggannya.(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar