Rabu, 10 September 2014

LABA RP 14 JUTA PER HARI DARI BEBEK HIBRIDA


KEHIDUPAN Fajar Santoso memang cukup berliku. Pensiunan pegawai negeri sipil ini pernah menjadi kepala desa Penambangan, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo. Sejak 2010, dia memilih jadi peternak itik dan memilih bebek hibrida sebagai “ATM hidup” untuk keluarganya. Dalam sehari, tingkat keuntungannya bisa mencapai Rp 14 juta. Hitung sendiri berapa penghasilannya setiap bulan.
Fajar Santoso mengenal bebek hibrida sejak tahun 2010. Bebek hibrida merupakan persilangan antara mentok (itik manila) betina dan itik peking jantan. Berdasarkan catatan, ini sebenarnya sama dengan konsep “mencetak” tiktok (persilangan itik dan mentok), yang pernah dikembangkan Gunawan Santoso di Depok, atau yang di mancanegara dikenal sebagai mule duck.
Bebek hibrida memiliki pertumbuhan luar biasa. Hanya dalam umur 45 hari, bobot badan rata-rata bisa mencapai 1,6 kg, dan sudah layak potong atau sesuai dengan permintaan restoran. Dagingnya juga lebih lembut (karena masih muda), lebih gurih (seperti ayam kampung), tidak berbau amis, dan rendah kolesterol.
Selama ini, sebagian besar restoran dengan menu itik/bebek menggunakan bahan itik lokal, terutama itik jawa, dengan masa pemeliharaan yang lebih lama. Bahkan tidak sedikit warung makan yang menggunakan bahan berupa itik petelur yang sudah afkir, sehingga dagingnya agak alot.
Dengan keunggulan inilah, bebek hibrida mudah sekali menembus pasar, khususnya restoran / warung makan. Fajar pun setiap hari harus memotong 500 – 750 ekor bebek hibrida untuk memenuhi pesanan yang terus mengalir.
Lelaki itu beternak bebek hibrida dengan memanfaatkan lahan kosong di belakang rumahnya. Ia memberi sekat-sekat untuk membedakan usia bebek yang siap dipanen dan bebek yang masih muda.
“Perawatannya pun gampang. Agar unggas tidak kena mudah terserang penyakit, kandang harus diseterilkan dengan gamping (kapur). Makanannya juga sederhana, bisa dibelikan produk pabrikan atau membuat pakan sendiri, misalnya dedak, bekatul, ampas tahu, dan enceng gondok,” ujarnya.
Selain bisa dijadikan itik pedaging, bebek hibrida juga bisa difungsikan sebagai itik petelur. Tapi telur yang dihasilkan bebek hibrida, sebagaimana tiktok, bersifat infertil atau tidak akan pernah bisa menetas. Ini sama seperti bekisar, persilangan ayam hutan dan ayam kampung, yang selalu menghasilkan telur infertil.
Karena perkembangan ternaknya yang melaju cepat, Fajar Santoso kini memperkerjakan 25 pekerja yang berasal dari warga desa setempat. Ia juga sudah mampu mengembalikan modal usaha sekitar Rp 50 juta hanya dalam 1 tahun.
Ada yang berminat membudidayakan bebek hibrida, baik sebagai penghasil day old duck/DOD (meri umur 1 hari) atau langsung menjualnya sebagai itik pedaging? #
(Sumber : omkicau.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar