Jumat, 05 September 2014

Ayam Potong, Usaha yang Menjanjikan

Masa panennya singkat. Hanya butuh waktu sekitar 35 hari saja, peternak ayam potong (eropa) sudah bisa meraup keuntungan hingga belasan juta rupiah. Ya, alasan itulah yang berhasil mendorong minat sejumlah kalangan untuk mencoba menggeluti usaha tersebut. Bahkan, manisnya iming-iming yang dijanjikan dari usaha beternak ayam potong ini, tak sedikit pula di antara mereka yang nekat memilih meninggalkan pekerjaan sebelumnya.
Hairul Bahri misalnya, sebelum menjadi peternak ayam di Desa Paya Kapar, Kecamatan Bajenis, Tebing Tinggi, ia merupakan seorang karyawan BUMN di PT Pertamina Cabang Dumai, Pekan Baru.
Malah sebelum memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan memilih beralih menjadi seorang peternak, ia sempat dipromosikan menjadi staf pengawas untuk proyek pengeboran minyak bumi di pulau Kalimantan.
Tetapi sepertinya cara datangnya rezeki bagi Bahri berkata lain. Walau karirnya sebagai karyawan BUMN kandas di tengah jalan diusianya yang masih sangat muda, namun ternyata di pedalaman salah satu kota kecil di Sumatera Utara (Sumut) ia justru menggapai kesuksesan.
"Orang tua saya tak setuju saya bekerja di Kalimantan karena terlalu jauh. Sehingga tanpa pikir panjang lagi saya pun memutuskan untuk kembali ke Sumatera Utara dan mengikuti jejak keluarga saya di Tebing Tinggi dengan menjadi peternak ayam," katanya kepada MedanBisnis, awal Februari lalu di lokasi peternakan ayamnya.
Singkat cerita, berbekal gaji yang berhasil dikumpulkannya selama bekerja, Bahri pun langsung membeli sebanyak 3.000 ekor bibit anak ayam beserta perkakas pendukung beternak lainnya. Tak hanya disitu, dengan tenaganya sendiri ia pun berhasil membuat dua unit kandang yang masing-masing berkapasitas 1.500 ekor.
Hasilnya, hanya dalam tempo 35 hari masa pembesaran, Bahri berhasil meraup keuntungan yang memuaskan. Bahkan ia mengkalkulasikan keuntungan yang didapatnya itu jauh lebih besar melampaui gaji yang pernah diperolehnya saat masih bekerja dahulu.
"Dengan harga jual Rp 16.000 per kg dan harga bibit anak ayam Rp 4.100 per ekor, serta harga pakan yang stabil, selama 35 hari masa pembesaran dari 3.000 ekor ayam, keuntungan yang bisa dihasilkan bisa mencapai Rp 18.000.000. Itulah sebabnya apa yang dikatakan orang soal beternak ayam potong itu menjanjikan memang benar adanya," jelasnya.
Tak hanya di situ, terbukanya pasar, dan tingginya permintaan pasar membuat potensi usaha ini kata alumni Fakultas Hukum UISU tersebut tidak perlu sampai merasa kesulitan untuk menjual hasil kandangnya. Apalagi, jumlah agen yang selalu siap sedia menerima pasokan dari para peternak juga tak sedikit jumlahnya.
Bahri sendiri mengaku, selama kurun waktu 4 tahun lamanya bergelut di dunia ternak ayam potong ini, masih selalu mengandalkan para agen mensuplai ternaknya ke pasar. Walau terkadang, ia juga mengaku sesekali menyempatkan diri untuk mencari sendiri siapa yang bakal menjadi konsumennya.
"Secara umum, konsumen rata-rata berasal dari Tebing Tinggi, seperti mereka yang mengadakan pesta atau pedagang di pasar. Tetapi kalau melalui agen, ayam bisa dipasok sampai ke kota-kota lain, bahkan sampai ke Kota Medan, Kisaran, ataupun Siantar," jelasnya.
Begitupun yang diungkapkan Safiudin, salah seorang peternak ayam potong lainnya di Desa tersebut. Malah katanya, keuntungan minimal yang bisa diperoleh para peternak ayam potong mulai dari masa pembibitan hingga panen dapat mencapai di atas Rp 7.000.000. "Paling tidak 7 sampai 9 juta per sekali panen itu sudah paling sedikit keuntungan yang bisa kita dapatkan," sebutnya.
Namun, Safiudin mengatakan, kendati beternak ayam potong ini sangat menjanjikan keuntungan yang menggiurkan, tetapi tak jarang dalam menjalankan usaha tersebut tak semudah yang dibayangkan, apalagi jika sampai mengalami gagal panen.
"Kalau gagal panen, banyak peternak langsung gulung tikar. Itulah risikonya menjadi peternak ayam mandiri. Namun ada juga peternak yang telah bangkrut langsung digandeng perusahaan mitra. Tapi ya pendapatannya sudah pasti minim, karena keuntungannya ditentukan perusahaan mitra yang bersangkutan secara mutlak," jelasnya.
Seperti halnya dengan Tomy, salah seorang mantan peternak ayam potong di pasar 5, Tembung, Deliserdang. Hasratnya untuk menjadi peternak ayam potong yang sukses pun harus kandas di tengah jalan. Pasalnya, segala jerih payahnya untuk merintis usaha ternak ayam potong justru menemui kebuntuan, ketika seluruh ayam dikandangnya gagal panen akibat terserang virus.
"Saya sudah nggak beternak lagi, soalnya berakhir rugi. Memang awalnya saya sempat panen dan mendapatkan keuntungan yang lumayan. Tetapi selanjutnya justru gagal karena seluruh ayam saya mendadak mati. Mungkin kedepan saya harus banyak belajar lagi supaya bisa kembali merintis usaha ternak lagi," pungkasnya. #
(Sumber : Harian MedanBisnis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar