Jumat, 05 September 2014

ARIADI KEMBANGKAN USAHA GULA TEBU

Awalnya Ariadi tidak pernah berpikir akan memiliki usaha pengolahan gula tebu, apalagi saat itu dia hanya bekerja sebagai sales gula tebu di Tanjung Morawa. Namun, setelah merasakan ”manisnya” usaha gula tebu, walau hanya sebagai sales, Ariadi pun termotivasi untuk terjun langsung memproduksi sendiri.
Dia melihat permintaan gula tebu di pasaran cukup besar. Dia pun membanting setir. Dia membuat sendiri gula tebu dengan mendatangkan bahan baku dari Aceh. Kini Ariadi bisa memproduksi gula tebu hingga empat ton per bulannya.
“Nggak mau makan gaji buta dan saya ingin berkembang,” katanya saat ditemui MedanBisnis di rumah produksinya, kawasan Kecamatan Terjun, Medan Marelan.
Ariadi mengisahkan, dia memulai usahanya itu sejak empat tahun lalu. Dia dibantu tiga tenaga kerja dari warga setempat, bahkan sempat berpindah rumah produksi beberapa kali. Dalam perjalannya, gula tebu yang mereka buat mendapatkan respon baik dari konsumen. Meski baru dipasarkan di Kota Medan dan sekitarnya, ternyata permintaan tetap tinggi, bahkan ada yang datang dari Sibolga.
Dijelaskannya, kalau harga gula tebu lebih ekonomis dibandingkan gula aren. Per kilonya dia memasarkan mulai Rp 8.700 hingga Rp10.500. Tentunya tergantung kualitas.
“Gula tebu ini ada klasifikasi. Gula tebu untuk jamu Rp 8.700 per kilonya, gula tebu biasa dengan kualitas nomor dua, Rp 9.200, gula tebu sedang Rp 10 ribu, kemudian gula tebu enak Rp 10.500 per kilo,” terang Ariadi.
Ariadi yang juga anggota Koperasi Masyarakat Sejahtera ini mengaku belajar membuat gula tebu secara otodidak. Awalnya dia bisa membuat sampai 300 kg per hari. Modal awalnya juga tidak besar-besar sekali, hanya Rp 6 juta. "Modal awalnya dari uang celengan. Jumlahnya sekitar Rp 6 jutaan. Dengan uang itu sudah dapat bahan baku lengkap dengan alat," kenangnya.
Ditambah modal jaringan yang sudah dimilikinya saat menjadi sales, dia pun memasarkan produk tersebut di wilayah Kota Medan dan sekitarnya. Hasilnya tidak begitu mengecewakan.
Tingginya permintaan, menurut Ariadi, untuk memenuhi permintaan gula aren yang tinggi di pasar.
Sementara jumlah gula aren yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan. Sehingga gula yang satu ini bisa menjadi alternatif.
Gula tebu yang dibuatnya, menurut Ariadi, diolah dari gula tebu setengah jadi dengan menambahkan sebagian gula pasir. Hal itu dilakukannya untuk mendapatkan kualitas gula terbaik. Setidaknya gulanya bisa bertahan selama sebulan di ruang terbuka dan lebih lama kalu disimpan di lemari pendingin.
Kalau balik ke belakang, sebetulnya Ariadi juga sempat memproduksi gula kelapa dengan mendatangkan bahan baku dari Pulau Jawa. Namun, usaha itu tidak berlanjut karena sering terkendala bahan baku.
Kini, dia sudah menetapkan pilihan dengan membuat gula tebu, apalagi omzet usahanya itu bisa berkisar Rp 36 juta hingga Rp 40 juta dengan margin keuntungan sekitar 10%. “Biaya operasionalnya tinggi. Marginnya hanya sekira 10 persen saja,” terangnya.
Dalam berusaha, menurut dia persoalan cuaca bisa menjadi kendala tersendiri. “Kalau panas, bahan bakunya cantik, kalau hujan jelek,” kata pria yang mengaku tidak mau hanya makan gaji saja. Ada satu hal yang disayangkannya, selama membuat gula tebu, dia mengaku belum pernah mendapatkan pembinaan dari instansi manapun untuk mengembangkan usaha dan pasarnya.
(Sumber : Harian MedanBisnis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar