Jumat, 27 Maret 2015

API Memotivasi Masyarakat untuk Bertanam

Pada jajaran stand arena Asahan Expo 2015 yang berlangsung di Lapangan Hockey Kisaran, 14 hingga 21 Maret 2015, ada satu stand yang menarik perhatian pengunjung karena dijejali dengan sejumlah tanaman buah dan sayuran, serta aneka produk pertanian. Plus foto-foto di dinding yang menggambarkan sejumlah kegiatan serta aneka jenis tanaman.
Itu adalah stand milik Asosiasi Planter Indonesia (API), konon API merupakan organisasi para pelaku usaha perkebunan (pekebun). Tapi kali ini stand pameran milik asosiasi tersebut justru lebih banyak menonjolkan produk-produk tanaman buah dan sayuran.
“Kami punya aktivitas lain dalam bidang pengembangan tanaman organik. Ini salah satu dedikasi kami untuk pengembangan pertanian di Indonesia,” kata Ketua API Sumatera Utara, Baskara Liga, yang ditemui di stand pameran tersebut.
Baskara pun dengan ramah dan antusias memaparkan kegiatan mereka. Dia melemparkan dua masalah yang kini tengah dihadapi masyarakat Indonesia. “Buah impor dan polusi udara,” katanya.
Soal buah impor, dia mengaku prihatin karena Indonesia yang notabene negara agraris, tapi kini tergantung dari negara luar untuk memasok kebutuhan buah dalam negerinya. “Padahal kita masih punya lahan yang luas untuk pengembangan tanaman buah. Saya kira, hanya soal motivasi masyarakatnya untuk mau berbuat, menanam di lahan yang dipunyai walau itu hanya berupa lahan yang sempit dan terbatas,” katanya.
Dia mencontohkan di daerah Kabupaten Asahan. “Karena kebetulan saya warga sini, saya ingin memberi contoh kepada masyarakat di Asahan ini khususnya Kota Kisaran, bahwa kita bisa memanfatkan tanah yang ada untuk dikembangkan menjadi lahan potensial. Entah itu di depan rumah, pinggir jalan, bahkan di atas ruko. Kami coba memberi contoh ke masyarakat untuk bertanam di atas loteng atau atas ruko, kalau itu bisa dilakukan kita bakal punya lahan pengembangan tanaman yang sangat luas di kota ini,” paparnya.
Tanaman yang dikembangkan bisa beragam, seperti tanaman hias, sayuran, dan tanaman buah. Hasilnya nanti, selain mengurangi ketergantungan terhadap produk tanaman impor, juga berdampak langsung terhadap berkurangnya polusi udara di kota. “Tanaman yang rindang bisa memasok oksigen, serta memberi kesegaran udara,” ucap Baskara.
Jadilah kini Baskara dan organisasinya memotivasi masyarakat dengan melakukan praktek langsung menanam berbagai jenis tanaman, termasuk dengan membina petani. Kegiatan bertanam tersebut tentu saja dilakukan secara organik. Selain di Asahan, Baskara juga melakukannya di daerah Provinsi Riau.
“Kini kami tengah memperkenalkan aneka tanaman buah eksotis. Tanaman tersebut kami datangkan dari berbagai daerah, bahkan luar negeri, untuk selanjutnya dikembangkan dan diperbanyak di sini,” ujarnya.
Baskara dan beberapa rekannya kini punya koleksi sejumlah tanaman eksotis atau tanaman langka, seperti apel India, buah tin, srikaya Thailand, jambu apel, sirsak ratu, matoa, pisang cavendis dan lain sebagainya.
“Saya juga punya koleksi tanaman langka, long berry klon dari Hawaii, juga ginseng merah. Bibit tanaman tersebut tengah saya pelihara di sini, nantinya kami ingin memperbanyak tiap jenis tanaman tasi sehingga bisa dikembangkan lebih luas,” kata Baskara.
Baskara mengaku tak jemu berbagi motivasi dan ilmu kepada masyarakat, agar mau berbuat hal serupa. Selain tampil pada arena pameran seperti di Kisaran ini, mereka juga beberapa kali telah menggelar kegiatan seminar dan workshop terkait budidaya tanaman secara organik.
“Intinya, ke depan kami ingin agar pertanian organik berkembang. Dan secara lebih luas masyarakat mau memanfaatkan lahan pekarangannya untuk ditanami tanaman bernilai ekonomis dan ekologis,” katanya. (Sumber : agroplus.co,id)
http://agroplus.co.id/api-memotivasi-masyarakat-untuk-bertanam/
DAPATKAN INFO-INFO LAIN TENTANG AGRIBISNIS DI WWW.AGROPLUS.CO.ID

Musang Lovers, Mengubah Paradigma tentang Musang

Musang, adalah mamalia bangsa carnivora dari suku Viverridae, selama ini dikenal sebagai hewan malam (nokturnal) dan pemanjat yang baik. Hewan yang senang menyendiri, keberadannya kerap menjadi hama karena tidak jarang memangsa hewan peliharaan seperti ayam serta tanaman buah.
Paradigma tersebut sedikit demi sedikit berubah, sejak kehadiran komunitas Musang Lovers, yang menjadikan musang sebagai hewan peliharaan dan teman bermain. Mereka melindungi hewan ini yang dianggap tempat hidupnya justru terusik karena pembangunan yang merusak alam sebagai habitat musang.
“Musang bisa disayangi dan bisa menjadi hewan rumahan seperti kucing atau anjing,” kata Raymond dari komunitas Medan Musang Lovers Community (MMLC).
Ya, musang bisa diajak berlari, bermain bola. Musang juga suka bercanda seperti mengigit tangan dan mengeluarkan bau yang wangi.
Bagaimana bisa menjadikan musang sebagai teman bermain? Raymond menyebutkan, agar musang menjadi jinak memang butuh dilatih. Untuk musang berumut satu tahun, setidaknya butuh waktu sekitar satu bulan untuk menjadikannya jinak.
“Akan lebih cepat jika itu musang anakan, kita pelihara musang baby yang sudah bisa makan sendiri,” katanya.
Disebutkan, MMLC berdiri sejak dua tahun lalu, kini memiliki anggota sekitar 50 orang. Rata-rata mereka setiap dua hingga tiga ekor musang. Kehadiran MMLC ini mengusung target, agar tidak ada lagi pemburuan terhadap musang.
Raymond yang juga Kabid Internal MMLC menambahkan, banyak kegiatan yang telah mereka lakukan untuk mendekatkan musang ke khalayak umum. Yang rutin tentunya melalui acara ngumpul-mgumpul atau gathering dengan sesama anggota komunitas. Dalam gathering biasanya mereka membahas cara merawat musang dengan benar, juga membahas bagaimana cara membuat musang menjadi jinak.
Dalam gathering juga diberikan pemahaman agar masyarakat tidak berlaku kasar terhadap musang.
Selain itu mereka juga aktif mengikuti berbagai event. Satu event yang kini tengah diikuti adalah Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU). Di ajang ini mereka menempati satu stand, membuka kesempatan kepada masyarakat untuk lebih mengenal musang dan jenis-jenisnya.
“Selama mengikuti PRSU banyak pengunjung yang ingin mendapatkan informasi seputar musang. Mereka bertanya mulai dari jenis musang hingga bagaimana cara pemeliharaannya,” ujar Raymond.
Indah, wanita asal Medan Sunggal yang tengah berkunjung di PRSU, mengaku keberadaan musang lovers ini membuatnya penasaran. “Penasaran juga, kita kan tahunya musang itu binatang liar, bukan binatang peliharaan seperti kucing atau anjing,” ujarnya.
Dan nantinya, usai PRSU, MMLC akan menggelar gathering secara rutin setiap hari Minggu di kampus USU, dimulai sekira pukul 15.30 WIB. “Nah, di sanalah nanti kami mengajak masyarakat untuk mengenal lebih dekat musang,” ujar Raymond.
Kamu yang tertarik dengan musang, dan ingin mengetahui lebih banyak mengenai hewan ini, bisa mengikuti aktivitas komunitas pecinta hewan tersebut dengan bergabung ke grup Medan Musang Lover Community di Facebook atau yang telah menjadi anggota bisa bergabung dalam grup BBM. (Sumber : agroplus.co.id)
http://agroplus.co.id/musang-lovers-mengubah-paradigma-tentang-musang/

DAPATKAN INFO-INFO LAIN MENYANGKUT HOBI DAN KOMUNITAS DI AGROPLUS.CO.ID

Kamis, 29 Januari 2015

Mengendalikan Penyakit Antraknosa pada Tanaman Cabai

PENYAKIT antraknosa atau lebih dikenal dengan istilah “pathek”  adalah penyakit yang masih ditakuti petani cabai hingga saat ini. Penyakit antraknosa disebabkan cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides Pens.
Penyakit ini sangat susah dikendalikan, jika sudah terlanjur menyerang. Kerugian yang ditimbulkan pun bisa mencapai 100%.
Apalagi pada musim hujan, cendawan akan berkembang dengan sangat pesat saat kelembaban udara lebih dari 80 rH dengan suhu 32 derajat Celsius. Semua tahap pertumbuhan bisa terserang penyakit ini, termasuk tahap pascapanen.
Gejalanya akan tampak pada buah yang matang. Buah yang matang menjadi kecil, terdapat cekungan melingkar hingga 30 mm. Pusat luka menjadi berwarna coklat, dengan jaringan di sekitarnya berwarna lebih ringan mengelilingi pusat luka membentuk cincin konsentris.
Untuk mengendalikan penyakit pathek  pada tanaman cabai tidak bisa dilakukan hanya saat dimulainya serangan, namun harus dari awal proses penanaman.
Langkah-langkah yang bisa  dilakukan untuk pencegahan, yang utama adalah penggunaan bibit yang sehat. Jika menggunakan bibit sendiri, jangan menggunakan dari bekas cabai yang terserang patek. Karena spora jamur tersebut mampu bertahan pada benih cabai.
Pemilihan lokasi tanam juga penting, gunakan yang bukan bekas tanaman cabai, terong, tomat dan lain-lain yang satu famili dengan cabai. Spora Gloeosporium maupu Colletotricum mampu beradaptasi hidup dalam tanah dalam waktu tahunan
Ada varietas cabai yang lebih tahan terhadap pathek, biasanya cabai keriting lebih tahan.  Pergunakan jarak tanam yang ideal sesuai dengan varietas yang ditanam, usahakan jangan terlalu rapat karena hal ini akan sangat membahayakan keselamatan tanaman cabai.
Lalu pada masa penanaman, pergunakan pupuk dasar maupun kocoran yang rendah unsur Nitrogen, karena unsur N hanya akan membuat tanaman cabai menjadi rentan. Selain itu unsur N juga akan membuat tanaman menjadi rimbun yang akan meningkatkan kelembaban di sekitar tanaman.
Sebaliknya perbanyak unsur Kalium dan Kalsium untuk membantu pengerasan kulit buah cabai.
Pada masa pemeliharaan, pergukan mulsa plastik untuk menghindari penyebaran spora jamur melalui percikan air hujan.
Lakukan pencegahan dengan penyemprotan fungisida kontak berbahan aktif mankozeb atau tembaga hidroksida secara rutin satu minggu sekali . Hanya saja cara ini betentangan dengan konsep pengendalian hama secara terpadu.
Ada upaya lain yang perlu dilakukan, yakni mengurangi kerimbunan tanaman. Untuk perlakuannya, gunakan peralatan yang terbebas dari sumber penyakit pathek
Nah, jika langkah-langkah diatas sudah dilakukan tetapi masih terjadi serangan penyakit, segera buang tanaman yang sakit, kalau perlu membakarnya.
Setelah itu segera melakukan tindakan penyelamatan terhadap cabai yang belum terserang secepatnya, karena pathek bisa menyebar dalam hitungan jam. Tindakan yang perlu dilakukan adalah menyemprot dengan fungisida kontak (Dithane, Nordox, Kocide, Antracol, Dakonil, dll) bersamaan dengan sistemik (Derosal, Bion M, Amistartop, dll). (mul)

Abon Tuna dan Kerupuk Ikan Khas Sibolga

JIKA Anda berkunjung ke Kota Sibolga, Sumatera Utara, jangan lupa membeli oleh-oleh khas sana, tentu saja olahan dari ikan berupa abon, kerupuk, serta aneka penganan yang bahan utamanya dari ikan.
Jelas saja, karena Sibolga merupakan kota pesisir yang kaya dengan hasil tangkapan laut. Sejumlah warga kreatif di sana mengolah ikan tersebut menjadi produk makanan nan lezat dan bergizi.
Salah satunya adalah Kelompok Usaha Dewi Nauli, yang digawangi Hotmauli Siahaan selaku ketua kelompok. Kelompok ini memberdayakan ibu-ibu rumah tangga yang umumnya istri nelayan untuk jadi pengusaha olahan ikan.
Dan produk utama mereka adalah abon ikan tuna serta kerupuk ikan. Jika kita mengunjungi Pasar Horas Sibolga, kios jualan mereka ada di sana. Atau sejumlah supermarket di Sibolga juga menjual produk Dewi Nauli.
Keberadaan gerai tersebut didukung Dinas Perikanan dan Kelautan Sibolga. Termasuk usaha pembuatan yang mereka geluti, mendapat binaan pemerintah daerah serta beberapa pihak lain seperti Bank Indonesia, Bank Sumut, dan Dinas Perindustrian.
Hotmaluli mengatakan, kelompok usaha ini sudah berusia empat tahun, awalnya mereka hanya memproduksi abon ikan tuna. Ata ada kalanya menghanti bahan baku dengan ikan tenggiri, jika sewaktu-waktu tuna susah didapat.
Namun satu tahun terakhir mereka pun memproduksi kerupuk bawang ikan, kerupuk ikan, kerupuk sambal ikan teri, stik kentang ikan dan stik ubi rambat ikan.
“Kami terus menghadirkan inovasi, guna menarik hati konsumen,” katanya.
Tidak sekadar menambah varian, kapasitas produksi mereka juga meningkat. “Di tahun 2013 kami baru berproduksi 50 kg per bulan, namun sepanjang tahun 2014 mengalami peningkatan 100% untuk masing-masing varian produk,” kata Hotmauli. (mul)

Senin, 26 Januari 2015

Aspeter Terbentuk di Sumut, Ingin Berdayakan Peternak

MEDAN – Kepengurusan Dewan Pemimpin Daerah (DPD) Asosiasi Peternak (Aspeter) telah terbentuk di Sumatera Utara, dengan visi misi memberdayakan para pelaku agribisnis peternakan.
“Organisasi ini baru berdiri tahun 2014 dengan berpusat di Provinsi Lampung, sebagai wadah insan agribisnis ternak untuk sama-sama memikirkan dan berbuat untuk pengembangan sektor peternakan,” kata Muis sebagaimana disampaikan Humas Aspeter Sumut Slamat SP, Senin (26/1/2015) di Medan.
Disebutkan, dalam kepengurusan DPD Sumut juga terdapat nama-nama seperti Mukhsin Manurung (Sekretaris) dan Wagianto (Bendahara), serta sejumlah pengurus lain.
Kepengurusan DPD ini akan segera dikukuhkan dalam waktu dekat, menyusul kemudian kepengurusan di daerah-daerah kabupaten/kota yang sudah ada pengurusnya seperti Deliserdang, Medan, Binjai, Tebingtinggi, Batubara, Simalungun, Pematangsiantar, Mandailing Natal, Dairi dan Pakpak Bharat.
Dijelaskan Abdul Muis, Aspeter akan bersinergi dengan pemerintah serta stakeholder lain untuk sama-sama mengembangkan sektor peternakan, guna mencapai target swasembada daging secara nasional.
Sinergi yang akan dilakukan dengan pemerintah mencakup dukungan terhadap program-program yang tengah dijalankan, serta membantu pemerintah dalam mewujudkan sasaran program tersebut.  Selain itu, organisasi ini sendiri telah menyusun sejumlah visi misi pemberdayaan anggota, dengan tetap diselaraskan pada program yang dijalankan pemerintah.
“Sasaran utamanya, agar peternak utamanya anggota Aspeter bisa mandiri, dan akhirnya mampu terwujud kesejahteraan ekonominya,” katanya.
Berbicara soal peternakan, Muis mengatakan, potensi daerah-daerah di Sumut untuk pengembangan agribisnis ternak sangat besar. Sebagaimana diketahui, Sumut memiliki kawasan yang luas untuk dijadikan lokasi budidaya ternak.
“Hanya saja pengelolaannya belum maksimal,” katanya.
Muis mencontohkan peternakan sapi, yang sejatinya bisa memanfaatkan potensi wilayah tersebut sehingga Sumut tidak perlu lagi tergantung dari daerah lain untuk mencukupi kebutuhan daging sapinya. Termasuk juga dalam pengadaan bibit sapi berkualitas untuk dibesarkan di daerah ini, di mana Sumut masih mendatangkannya dari provinsi lain.
Makanya, sejalan dengan program Dewan Pemimpin Pusat (DPP) yang ingin menjadikan wilayah Sumatera serta wilayah-wilayah lain di luar Pulau Jawa sebagai sentra pembibitan dan penggemukan sapi,  mereka di DPD berupaya menerjemahkannya dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa mengarah pada aspek dukungan terhadap program tersebut.
“Salah satunya peningkatan SDM (sumber daya manusia) peternak sapi. Pemberdayaan akan dilakukan melalui kegiatan pelatihan, baik teknis maupun administrasi terhadap anggota,” katanya.
Bukan hanya terhadap peternak sapi, upaya yang sama juga akan dilakukan terhadap pelaku usaha peternakan jenis lain, yang masing-masing akan diberikan program untuk peningkatan kapasitas.
“Kami berharap kehadiran Aspeter, khususnya di Sumut, bisa memberi nilai positif bagi program pengembangan peternakan serta peningkatan ekonomi peternak,” kata Muis. #